Pannikiang, Harta Karun Yang Harus Dilestarikan

Dalam rangka memperingati Hari Mangrove Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juli 2016, Yayasan Hutan Biru ( Blue Forests ) mengadakan sebuah kegiatan EduTrip yang dilaksanakan di Pulau Pannikiang. EduTrip ini adalah rangkaian peringatan International Mangrove Day yang jatuh pada tanggal 26 Juli setiap tahunnya. Khusus untuk tahun ini, tema yang diangkat adalah Future Mangrove: From Grey to Green.
International Mangrove Day di Pannikiang

Kepala Dusun Pannikiang, Abu Nawar (59 Tahun)
Ada yang masih ingat dengan berita yang sempat heboh sekitar Bulan November 2007, ditemukannya Bayi Ajaib? Ya, berita tersebut datang dari Pulau Pannikiang. Pannikiang, sebuah pulau yang berada di dusun Pannikiang, Desa Madello, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan dihuni 26 Kepala Keluarga. Awalnya Pulau Pannikiang merupakan gusung, gundukan pasir putih. Seiring waktu, pasir tersebut bertambah menjadi daratan yang bentuknya memanjang. Pelan-pelan mangrove mulai tumbuh. Pulau tersebut kemudian menjadi tempat persinggahan pa’belle'. Mereka menjadikan pulau tersebut sebagai tempat istirahat dan akan berdiam semalam sambil menunggu hasil belle'. “Masyarakat awalnya takut berdiam di pulau ini, dulunya disini banyak nano. Kalau ada yang datang ke pulau ini mereka akan diambil oleh nano. Sekitar tahun 40-an waktu jaman penjajahan belanda, A.Mattalatta pernah sembunyi di Tembo’e, sebelah timurnya sudah ada rumah waktu itu. Saya sudah generasi keempat yang menghuni pulau ini.” tutur Pak Abu Nawar ( Kepala Dusun ) tentang sejarah awal Pulau tersebut. 


Banyaknya rumah panggung di Pannikiang tidak sepenuhnya dihuni oleh penduduk asli. Banyak nelayan dari Mandar atau daerah lainnya yang bersinggah dan bahkan menetap. Mereka bisa tinggal di pulau itu hingga tiga sampai empat bulan. Anak dan istri mereka juga diikutsertakan. 
Pemukiman warga sekitar banyak yang tak berpenghuni lagi

Kondisi Pemukiman Warga di Pulau Pannikiang ( 23 Juli 2016 )

Paniki (bahasa bugis = Panning) yang berarti kelelawar. Pulau tersebut dihuni ribuan kelelawar, kelelawar hitam dan coklat. Menurut cerita Pak Abu Nawar, kelelawar berasal dari Soppeng. Ketika kelelawar di Soppeng menghilang, mereka bermigrasi ke Pulau Pannikiang. Kelelawar di Pannikiang belum dilindungi. Terkadang ada orang luar yang datang dan menembak kelelawar. Ada juga orang-orang yang menjaringnya. Kelelawar hitam sudah berkurang, kembali ke Soppeng. Di Soppeng telah ada peraturan yang melarang menembak atau menangkap kelelawar, kecuali untuk alasan tertentu dan seizin aparat yang berwenang. Manfaat kelelawar sendiri digunakan sebagai obat asma oleh sebagian masyarakat. Menurut Pak Abu Nawar, biasa di panggil Pak Buna yang juga imam di Kampung tersebut , bahwa kelelawar hitam tak seperti kelelawar coklat. Kelelawar hitam akan mematuk buah dan daun mangrove hingga habis. Mereka tak suka bernaung dibalik rimbunya dedaunan,hingga terkadang membunuh mangrovenya. Beda dengan kelelawar coklat yang suka dengan daun-daun yang rimbun hingga tak menganggu pertumbuhan mangrove.

Mangrove yang ada di Pannikiang sangat lebat. Ketika pulau tersebut mulai di huni ada dua orang tokoh masyarakat yang menanami pulau tersebut dengan mangrove. Pak Dalle menanami mangrove di Tembo’e, sedangkan Pak Salle, orang tua Pak Buna menanam di kampung Masigi (Mesjid). Mangrove tersebut dulunya dimanfaatkan masyarakat sebagai kayu bakar, ada juga yang memanfaatkan sebagai arang dan hasilnya mereka jual ke daratan. Namun karena adanya larangan penebangan mangrove, pekerjaan penduduk pulau bergantung pada hasil laut.


Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup dipesisir pantai. Mangrove bisa tumbuh didaerah yang 30% terendam air. Di Indonesia terdapat 43 jenis mangrove sejati. Di Pulau Pannikiang, kita bisa menjumpai 17 jenis mangrove sejati dan 13 mangrove asosiasi. Terlepas dari banyaknya mangrove yang ada di Indonesia, kebanyakan masyarakat memiliki pemikiran yang salah tentang pengertian mangrove dan jenisnya, Bakau contohnya. Bakau atau Bakko' ( Bahasa Bugis ) adalah sebutan bahasa indonesia untuk salah satu jenis mangrove yaitu Rhizophora. Mangrove yang ada di Pannikiang utamanya disusun oleh jenis Sonneratia alba, Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Avicennia marina, Ceriops decandra, Ceriops tagal, dan Lumnitzera racemosa. Dilengkapi dengan jenis Aegiceras corniculatum, Excoecaria agallocha, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis, dan jenis mangrove asosiasi.


Salah satu Jenis Mangrove yang tumbuh di Pulau Pannikiang

Di Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan mangrove terluas di dunia. Namun seiring berkembangnya waktu, banyak orang ataupun pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengalihfungsikan kawasan mangrove menjadi lahan tambak. Hal ini tentunya akan berdampak pada populasi pertumbuhan mangrove. Tercatat tahun 1980 luas kawasan mangrove ada sekitar 4juta hektar dan pada tahun 2012 tersisa 2juta hektar luas kawasan mangrove. Sungguh disayangkan kalau beberapa tahun yang akan datang populasi mangrove semakin berkurang, khususnya di Pulau Pannikiang ini. Lahan tambak di Pulau Pannikiang yang sudah tidak digunakan lagi menjadi tanggungjawab buat kita semua sebagai masyarakat untuk lebih peduli akan pentingnya mangrove. Selain untuk menahan abrasi dan erosi, mangrove juga berfungsi sebagai filter yang menjernihkan air asin yang masuk ke darat, mangrove lebih banyak menyerap karbon dan melepaskan oksigen ke udara, dan masih banyak kegunaan dari mangrove. 
Kawasan Mangrove yang beralihfungsi menjadi Lahan Tambak di Pulau Pannikiang

Selain dijadikan lahan tambak, Kawasan mangrove di Panikiang sangat berpotensi jika dijadikan sebagai tujuan wisata, dan dapat menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat sekitar. Jika hal ini dikelola dengan baik, otomatis masyarakat sekitar juga akan lebih peduli dengan mangrove. Sebab inti dari semua kerusakan alam itu adalah manusia itu sendiri.


Akhir kata, Kawasan Mangrove yang ada di Pulau Pannikiang bisa tetap terjaga tanpa adanya oknum ataupun pihak yang menyalah gunakan keindahan Pulau PannikiangSalam Lestari.